Pendahuluan
Di akhir dekade 2010-an sampai pertengahan 2020-an kita menyaksikan gelombang eksperimen desain laptop: layar yang bisa dilipat, dua layar terintegrasi, hingga layar yang bisa digulung (rollable). Beberapa ide terasa seperti jawaban atas tuntutan produktivitas multi-tasking, beberapa lagi terasa seperti pamer kemampuan fabrikasi panel OLED. Pertanyaannya: apakah form-factor ini akan benar-benar mengubah cara kita bekerja dan berkreasi, atau sekadar gimmick yang menarik perhatian media selama beberapa musim dan lalu menghilang? Artikel ini membahas teknologi, kegunaan nyata, keterbatasan, adopsi pasar, dan prospek ke depan — dengan contoh perangkat nyata yang telah dirilis atau ditunjukkan di pameran selama beberapa tahun terakhir.
Sejarah singkat inovasi layar: dari dua layar ke layar yang melipat
Penggunaan lebih dari satu layar bukan hal baru di dunia komputer — monitor ganda sudah jadi standar bagi banyak profesional. Yang baru adalah upaya membuat ruang kerja ekstra itu terintegrasi ke dalam satu perangkat portabel: generasi awal dual-screen laptops (contoh: beberapa prototipe dan model seri Yoga, Asus Duo) lalu diikuti oleh perangkat foldable yang memakai panel OLED fleksibel sehingga layar bisa dilipat seperti buku. Perusahaan besar seperti Lenovo, ASUS, Huawei, dan beberapa OEM lain bereksperimen dengan berbagai pendekatan: engsel inovatif, lapisan pelindung layar yang lentur, serta aksesoris keyboard yang bisa dipasang-lepas untuk mengakomodasi mode berbeda. Lenovo bahkan mengeksplorasi varian rollable (layar yang menggulung) sebagai proof-of-concept di event industri. (Ultrabookreview.com)
Teknologi di baliknya: apa yang memungkinkan (dan yang masih jadi masalah)
Panel fleksibel (flexible OLED / POLED)
Foldable laptop mengandalkan panel OLED yang bisa dibengkokkan tanpa patah. Teknologi ini memerlukan substrat yang lentur (polymer, bukan kaca), lapisan pengontrol yang tahan tekukan, dan lapisan pelindung khusus agar goresan dan tekanan tidak cepat merusak. Kelebihannya: kontras tinggi, warna kaya, dan bisa menghasilkan bentang layar yang besar dalam paket kecil saat dilipat. Tantangannya: ketahanan jangka panjang di bawah ratusan ribuan lipatan, risiko ‘crease’ (garis lipatan yang terlihat), serta biaya produksi yang tinggi.
Mekanika engsel dan sasis
Engsel bukan hanya soal estetika — pada perangkat foldable, engsel harus menjaga kesesuaian panel saat lipat maupun saat dibuka terus-menerus, serta mengelola kabel fleksibel yang menghubungkan modul panel. Desain mekanik yang aman tapi ringan adalah tantangan besar sekaligus sumber biaya.
Software dan kompatibilitas aplikasi
Salah satu hambatan adopsi adalah perangkat lunak: OS dan aplikasi perlu memperlakukan bentuk layar yang “non-standar” (misal 4:3 saat dibuka menjadi 12:9 saat dilipat). Beberapa OEM menambahkan lapisan software khusus untuk manajemen jendela, kontrol gestur, dan mode pembagian layar; namun aplikasi pihak ketiga kadang belum optimal sehingga pengalaman bisa terasa tidak mulus.
Dua pendekatan desain: dual-screen vs foldable (satu panel lipat)
Dual-screen: dua panel terpisah (contoh: ASUS ZenBook Duo)
Dual-screen laptop menempatkan layar kedua sebagai tambahan (di atas keyboard atau sebagai layar sebelah). Keuntungannya cepat terlihat: multitasking nyata (kode di layar utama, dokumentasi di layar kedua), kontrol kreatif (timeline di satu layar, preview di layar lain), atau panel bantuan (chat, chatgpt, control strip). ASUS ZenBook Duo terbaru mendapat pujian karena integrasi dua layar OLED yang fungsional, performa kuat, dan pengalaman multitasking yang nyata terasa untuk banyak pengguna profesional. Namun kritik umum tetap soal bobot, harga, dan kompromi ergonomis (posisi keyboard dan touchpad yang bergeser). (Tom’s Guide)
Foldable: satu panel yang melipat (contoh: ThinkPad X1 Fold series, perangkat foldable Huawei)
Foldable menawarkan satu layar besar yang bisa dipakai dalam mode tablet lebar atau dilipat menjadi bentuk laptop lebih kompak. Keuntungannya: ukuran layar maksimum yang bisa dibawa dalam paket kecil; potensi form factor baru seperti “tablet besar yang berubah jadi laptop.” Lenovo ThinkPad X1 Fold generasi terbaru menunjukkan bahwa foldable bisa menjadi perangkat praktis dengan kualitas layar tinggi, tetapi masih ada isu aplikasi yang belum sepenuhnya beradaptasi dan harga yang tinggi. Selain itu, beberapa hands-on terbaru dari pameran menunjukkan bahwa vendor seperti Huawei mulai membawa prototipe foldable laptop yang membuat orang bertanya apakah ini bukan hanya atraksi pamer, tetapi perangkat yang layak dipakai sehari-hari. (Ultrabookreview.com)
Kelebihan nyata (use cases) — siapa yang benar-benar diuntungkan?
- Creator & content-worker: Editor video, desainer grafis, atau musisi yang butuh ruang kerja besar untuk timeline, palet, dan preview bisa menggunakan dua layar untuk menempatkan timeline di satu layar dan preview / aset di layar lain. Dual-screen juga membantu streaming dan monitoring chat tanpa perlu monitor kedua eksternal. (Banyak review pengguna ZenBook Duo menggarisbawahi ini.) (Tom’s Guide)
- Peneliti dan analis data: Membandingkan dokumen, dataset, dan referensi di layar terpisah tanpa berganti jendela terus-menerus mempercepat alur kerja.
- Mobile multitasker: Untuk yang sering berpindah-pindah lokasi kerja, kemampuan membawa dua layar sekaligus (atau layar besar yang terlipat) mengurangi kebutuhan membawa monitor portabel.
- Presentasi & kolaborasi: Mode tablet lipat bisa berguna untuk memperlihatkan prototipe, dokumen, atau moodboard secara kolaboratif.
Keterbatasan nyata (kenapa banyak yang skeptis)
- Harga: Komponen fleksibel dan desain engsel canggih bikin harga jual tinggi. Bahkan model dual-screen yang “paling matang” masih diposisikan di segmen premium.
- Daya tahan: Panel lipat masih relatif baru; walau produsen mengklaim tahan ratusan ribu lipatan, pengalaman jangka panjang konsumen belum cukup banyak untuk menyatakan ini mature.
- Ergonomi & kenyamanan ketik: Desain keyboard pada model dual-screen seringkali diposisikan lebih rendah atau digeser — beberapa pengguna merasa ini mengorbankan kenyamanan mengetik jangka panjang.
- Daya tahan baterai: Menjalankan dua panel OLED berkualitas tinggi memakan banyak energi. Walau ada perbaikan efisiensi chip (contoh: Intel Core Ultra series), tradeoff tetap terasa pada beberapa penggunaan intensif. (Tom’s Guide)
- Software / UI belum matang: Banyak aplikasi belum dioptimalkan untuk layout non-konvensional; ini menyebabkan pengalaman yang inkonsisten antara satu aplikasi dengan aplikasi lain. Kalau OS dan developer pihak ketiga tidak memprioritaskan optimasi, fitur hardware canggih kehilangan potensi.
Bukti pasar: adopsi, review, dan sinyal dari produsen
Sejumlah review teknis dan hands-on dari 2024–2025 menunjukkan ada momentum nyata: ASUS konsisten mengembangkan ZenBook Duo dan menerima ulasan positif untuk generasi 2025 yang memperbaiki performa dan integrasi dua layar; Lenovo terus bereksperimen dan merilis varian ThinkPad X1 Fold dengan iterasi yang lebih matang; sementara Huawei dan beberapa vendor lain memperlihatkan prototipe foldable di pameran besar sehingga segmen ini bukan sekadar lelucon R&D. Di sisi lain, masih banyak OEM yang belum masuk secara agresif ke segmen ini — sinyal bahwa pasar masih niche dan vendor perlu menilai ROI. (Tom’s Guide)
Catatan menarik: ada juga laporan rumor yang menyebut perusahaan besar lain (mis. Amazon) sedang meneliti foldable laptop, tanda bahwa ide ini menarik perhatian sejumlah pelaku penting di ekosistem hardware. Rumor seperti itu tidak sama dengan kepastian komersial, tapi memberi gambaran potensi pasar bila teknologi dan biaya produksi semakin matang. (Android Headlines)
Isu praktis untuk pembeli: harga, upgrade, servis
- Harga awal biasanya tinggi — calon pembeli harus menimbang apakah peningkatan produktivitas sepadan dengan biaya.
- Perbaikan & servis: panel fleksibel bukan kaca standar — perbaikan layar foldable mahal dan ketersediaan suku cadang bisa terbatas di pasar lokal. Bagi yang mengandalkan device untuk kerja harian, pertimbangkan garansi dan ketersediaan layanan.
- Port dan aksesori: beberapa model mengorbankan port demi desain tipis; jika kamu perlu banyak koneksi atau kartu SD, cek konfigurasi port sebelum beli.
Manakah yang lebih “layak”: dual-screen atau foldable?
Tidak ada jawaban tunggal — masing-masing punya keunggulan:
- Dual-screen terasa lebih “proven” untuk work-flows multitasking. Implementasinya cenderung lebih sederhana (dua panel rigid), sehingga masalah teknis seperti crease atau kerusakan lipatan tidak muncul. Banyak review 2024–2025 memuji ZenBook Duo sebagai contoh dual-screen yang sudah matang untuk produktivitas nyata. (Tom’s Guide)
- Foldable menjanjikan portabilitas layar besar yang unik — suatu bentuk “tablet besar yang juga bisa jadi laptop”. Potensinya besar jika software bisa menyesuaikan dan ketahanan panel membaik. Namun hari ini foldable masih relatif mahal dan menghadapi hambatan adopsi dibanding dual-screen yang lebih langsung manfaatnya.
Tren vs Gimmick: indikator yang harus diperhatikan
Agar bisa bilang “tren” bukan sekadar gimmick, perhatikan beberapa indikator:
- Penurunan harga produksi — bila biaya panel fleksibel turun dan harga ritel jadi masuk akal untuk massa, adopsi bisa melebar.
- Ecosystem support — OS (Windows, ChromeOS, dsb.) dan aplikasi populer harus mengimplementasikan dukungan native (layout adaptif, gestures, dll.).
- Volume produk dari banyak vendor — bila lebih banyak OEM besar merilis model yang kompetitif (dari segi harga & dukungan layanan), itu tanda adopsi.
- Perbaikan ketahanan — bukti lapangan jangka panjang (bukan klaim pabrikan) soal keandalan lipatan dan panel.
- Model bisnis & use case nyata — apakah segmen profesional/education/enterprise mulai mempercepat pembelian karena produktivitas nyata? Jika hanya influencer dan reviewer yang menyukai tapi tidak ada pembelian massal, itu lebih ke gimmick.
Beberapa indikator di 2024–2025 mengarah ke kemungkinan tren: review positif model dual-screen (ZenBook Duo), iterasi lebih matang pada foldable dari Lenovo, serta prototipe menarik dari Huawei dan rumor pemain besar — tetapi semua ini masih dalam tahap adopsi awal dan harga premium membuatnya belum menjadi mainstream. (Tom’s Guide)
Tips bagi yang tertarik membeli sekarang
- Coba dulu: kalau bisa, coba unit di toko atau lihat hands-on review mendalam. Rasakan ergonomi mengetik dan manajemen panas.
- Perhatikan garansi & layanan: pilih toko/pabrikan dengan layanan lokal yang kuat untuk mengurangi risiko biaya servis tinggi.
- Pertimbangkan workflow: jika kamu sering bekerja dengan dua aplikasi berdampingan (mis. editing + referensi), dual-screen bisa langsung meningkatkan efektivitas. Jika kamu butuh layar besar portabel untuk presentasi/kolaborasi multimedia, foldable punya nilai tambah.
- Lihat port & konektivitas: beberapa model mengurangi port demi tipisnya desain—pastikan tidak mengorbankan fungsi yang kamu butuhkan.
- Jangan membeli hanya karena ‘unik’: jika kebutuhanmu terpenuhi dengan laptop konvensional + monitor portable, perbandingan biaya/benefit mungkin tidak memihak pada desain eksperimental.
Masa depan: rollable, hybrid, dan AI sebagai katalisator
Teknologi rollable (layar yang menggulung) sudah mulai diperkenalkan sebagai prototype oleh beberapa perusahaan. Rollable menjanjikan ukuran layar yang bisa diperluas secara kontinyu — konsep ini bisa jadi lebih praktis daripada lipatan yang selalu punya garis lipatan. Selain itu, integrasi AI di tingkat OS (Copilot, fitur multitasking cerdas) dapat membuat pemanfaatan dua layar atau area layar besar lebih efisien — misalnya AI yang otomatis mengatur layout jendela berdasarkan konteks kerja. Namun, kunci adopsi tetap: biaya, daya tahan, dan dukungan software. Ada rumor dan laporan yang menyebut rencana peluncuran lebih banyak perangkat foldable dari vendor besar — tanda bahwa R&D tidak akan berhenti dan ada kemungkinan komersialisasi lebih luas dalam beberapa tahun ke depan. (Techgenyz)
Kesimpulan: Tren, tapi masih niche — bukan sekadar gimmick, tapi belum massal
Ringkasnya: foldable dan dual-screen laptop bukan hanya sekadar atraksi teknis belaka — ada keuntungan nyata terutama untuk tipe pekerjaan tertentu (creator, analyst, mobile multitasker). Dual-screen saat ini lebih dekat ke “tren yang berfaedah” karena implementasinya sudah lebih matang dan ada bukti manfaat produktivitas nyata. Foldable memiliki potensi besar dan beberapa model komersial sudah menunjukkan nilai kasus, tetapi tantangan biaya, daya tahan, dan dukungan software membuatnya masih berada di tahap adopsi awal/niche.
Jadi jawaban singkatnya: ini lebih ke tren yang sedang berkembang (bukan gimmick total), tetapi adopsinya akan bertahap—kemungkinan besar dimulai dari pengguna profesional/power users dan baru meluas jika beberapa hambatan teknis dan biaya teratasi.
Ringkasan cepat untuk pembeli (cheat-sheet)
- Ingin multitasking nyata → pertimbangkan dual-screen (mis. ZenBook Duo). (Tom’s Guide)
- Ingin layar besar portabel yang fleksibel → foldable menarik, tapi cek garansi & review jangka panjang. (Ultrabookreview.com)
- Periksa port, biaya servis, dan kenyamanan mengetik sebelum membeli.
- Pantau perkembangan rollable & dukungan OS — itu bisa menjadi next big step.